Wanita Inspiratif : R.A Kartini

09.50.00

Mungkin terlalu mainstream jika saya mengatakan wanita inspiratif bagi saya adalah R.A Kartini apalagi dengan mengatakan bahwa beliau adalah pejuang emansipasi dan pasti akan ada banyak yang mengatakan mengapa bukan wanita lain yang juga melakukan perjuangan dan perubahan. Memang saya akan menuliskan R.A Kartini sebagai inspirasi saya, namun bukan, ya bukan karena beliau digadang-gadang sebagai trigger pesetaraan gender sebabnya. Tapi lebih kepada mengaguminya sebagai sosok seorang perempuan, perempuan jawa pada masa itu, rasa seorang manusia serta konflik batin yang terjadi dan bukan sisi patriotiknya. Bagaimana dia sebagai seorang manusia yang mengkritik sesuai dengan apa yang dia lihat dan rasa, dan bukan sebagai seorang pahlawan yang tak terjamah. Beliu pun pernah menuliskan dalam suratnya bahwa “Setiap manusia mempunyai kedudukan yang sama tidak peduli bengsawan ataupun rakyat jelata”. Hal ini akan menjadi biasa ketika ini menjadi pemikiran rakyat jelata yang kritis. Namun beliau adalah bangsawan, yang mungkin tidak merasakan penderitaan rakyat jelata. Dan pada masa itu penghormatan yang terlalu berlebihan dan sikap diskriminasi sesuai dengan kedudukan adalah hal yang biasa. Namun beliau memikirkannya, merasakannya, dan berusaha melakukan perubahan atas hal itu. Yang dimulainya dari dia dan saudara-saudara perempuannya yang tergambar dalam suratnya kepada Stella (18 Agustus 1899) beliau menuliskan  Peduli apa aku dengan segala tata cara itu, segala peraturan-peraturan, semua itu bikinan manusia, dan menyiksa diriku saja. Kau tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya etiket di dunia keningratan Jawa itu. Tapi sekarang mulai dengan aku, antara kami (Kartini, Roekmini dan Kardinah) tidak ada tata cara lagi. Perasaan kami sendiri yang akan menentukan sampai batas-batas mana cara liberal itu boleh dijalankan.

Setiap pemikiran yang dituturkan oleh beliau yang saat ini justru melenceng dari definisi dan tujuan awalnya, yang kebanyakan perempuan salah artikan menjadi cenderung liberalis yaitu tuntutan untuk mendapat kebebasan yang seluas-luasnya dan bukan karena ingin meningkatkan perannya. Dan pemikiran yang dianggap sebagai sumber sikap tersebut adalah bersal dari kartini, padahal sikap positif beliau mengenai pemikiran barat hanya dalam hal ilmu pengetahuan, dan memandang banyak budaya barat yang merusak mental dan spiritual masyarakat Jawa. Namun justru pengaruh buruk inilah yang dianut kebanyakan wanita saat ini dan mengatas namakannya sebagai hasil pemikiran Kartini.

Beliau adalah perempuan dengan pemikiran yang obyektif. Pada masa itu dia menyatakan bahwa “hanya ada dua macam keningratan : keningratan pikiran dan keningratan budi. Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya dari pada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal sholeh, orang yang bergelar Graff atau Baron? Tidak dapat dimengerti oleh pikiranku yang picik ini”. Ini benar- benar tidak mudah bagi seorang perempuan ningrat pada masa itu, yang sangat terbiasa dengan gaya kehidupan yang seperti itu, yang mungkin sulit mendapatkan referensi  dan teman berdiskusi, tapi beliau telah melampaui prosesnya. Prosesnya sebagai seorang manusia yang berakal.

Sikapnya yang berani, dan berpegang pada prinsip dan kebenaran dan tidak segan melakukan kritik terhadap pemerintah belanda yang jelas Indonesia pada posisi dijajah. Beliu sempat menyatakan “Dokter-dokter kita sebetulnya dapat juga mengumumkan kasus-kasus seperti itu. Tetapi mereka tidak pernah melakukan demikian. Mungkin karena akan ditertawakan oleh para sarjana ? Seorang dokter bangsa bumiputera yang pengetahuannya setaraf dengan rekannya bangsa Eropa, jika yakin akan sesuatu, mestinya harus berani menyatakan dan mempertahankan keyakinannya.” Bagaimana pemikirannya sudah jauh melampaui batas pemikiran wanita jawa ningrat pada masa itu yang penuh dengan belenggu dan aturan. Betapa dinamis pemikirannya, dan betapa kaya rasa dalam hatinya.

Dan emansipasi yang sesungguhnya bagi seorang Kartini adalah “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama  (Surat Kartini kepada Prof. Anton dan nyonya,  4 Oktober 1902)”.

Maka sudah pasti sangat layak bukan beliau dijadikan sebagai seorang Inspirasi, bahkan perempuan yang hidup dimasa sekarangpun belum tentu mampu memiliki pemikiran seperti beliau :3

You Might Also Like

2 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe